1. Tuliskan pendapat Anda serta analisis Anda berkaitan dengan posisi pekerja seks komersial/pelacur yang menjadi bagian dari mafia pelacuran di Indonesia, dalam teori-teori viktimisasi.
jawab:
Posisi pelacur yang menjadi bagian dari mafia pelacuran dalam
teori viktimisasi. Jika dilihat dari modul, maka pada awalnya pelacur sendiri
sebelum jadi germo (mafia pelacuran) adalah korban dari kejahatan tersebut. Si
Pelacur akan mencoba Kembali menstabilkan diri, lalu mengingat kejadian sampai
akhirnya kehilangan rasa takut. Ketika rasa takut sudah hilang,karena melihat
potensi rupiah dalam bisnis tersebut, mulai lah si pelacur yang tadinya korban
pada akhirnya berpikiran menjadi mafia pelacuran (germo). Mengapa demikian?
Sebab bisnis ini sangat menjanjikan. Tidak usah munafik, kita semua sama, yaitu
manusia dan punya nafsu, sebab memang hakikatnya Tuhan menciptakan seperti itu,
namun ada yang bisa menahan nafsu ada yang tidak bisa menahan nafsu.
Orang-orang tipe du aini akan mencoba menyalurkan nya dengan berbagai cara, ya
salah satunya menjadi pelanggan bisnis tersebut. Orang-Orang (red.
Pelacur) yan sudah berdamai dengan dirinya pada akhirnya tidak ingin hanya
dirinya sendiri yang terjerumus dalam kejahatan tersebut dan juga ingin orang
lain bernasib sama seperti dirinya.
2. buat essay singkat mengenai kasus-kasus kejahatan yang kerap muncul pemberitaannya di media massa, yang disebabkan oleh merebaknya wabah covids 19/ corona di tahun 2020 hingga saat ini, dengan dikaitkan dengan pendekatan, teori, konsep dan mashab yang ada dalam bahasan teori Kriminologi. Kutipan artikel untuk contoh kasus ddiambil dari media online nasional/internasional yang kredibel (hanya diperkenankan detik.com, kompas.com, bbc, cnn, Al Jazeera, ABC news. DW.)
Jawab:
Jakarta
-
Tingkat kejahatan merupakan salah satu aspek
kunci yang turut mempengaruhi keberhasilan pembangunan nasional. Tercipta dan
terpenuhinya keamanan akan membangun suasana yang kondusif bagi masyarakat
untuk melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi dan sosial.
Bagaimana perkembangan tingkat kejahatan di Indonesia selama pandemi?
Data registrasi Biro Pengendalian Operasi Polri
mencatat bahwa selama periode 2018–2020 jumlah kejadian kejahatan atau tindak
kriminalitas di Indonesia cenderung menurun. Jumlah kejadian kejahatan (crime
total) pada 2018 sebanyak 294.281 kejadian. Angka ini menurun menjadi sebanyak
269.324 kejadian pada 2019 dan pada 2020 menjadi 247.218 kejadian.
Hal ini sejalan dengan indikator tingkat
kejahatan (crime rate) selama periode 2018–2020 yang juga mengalami penurunan.
Pada 2018 sebesar 113, menjadi 103 pada 2019, dan menurun menjadi 94 pada 2020.
Sedangkan selang waktu terjadinya suatu tindak kejahatan (crime clock) sebesar
00.01'47'' (1 menit 47 detik) pada 2018 dan menjadi sebesar 00.01'57'' (1 menit
57 detik) pada 2019 dan 00.02'07'' (2 menit 07 detik) pada 2020. Semakin lama,
rentang waktunya menunjukkan intensitas kejadian tindak kejahatan yang semakin
menurun.
Dalam statistik kriminal terdapat beberapa
indikator yang biasa digunakan untuk mengukur kejahatan dari sisi makro.
Terdapat indikator angka jumlah kejahatan (crime total), angka kejahatan per
100.000 penduduk (crime rate), dan selang waktu terjadinya suatu tindak
kejahatan (crime clock). Namun, menurut Savitz (Savitz, 1978) perlu
kehatian-hatian dalam memaknai angka kejahatan tersebut karena merupakan
agregat semua jenis kejahatan yang terjadi dalam satu waktu tanpa
mempertimbangkan tingkat keseriusannya. Oleh karena itu, mari kita lihat
beberapa detail tingkat kejahatan tertentu.
Kejahatan Kesusilaan
Secara umum, tingkat kejahatan pada masa pandemi
di Indonesia cenderung menurun, namun pada 2020 ada yang unik. Data Kepolisian
menunjukkan jenis kejahatan kesusilaan relatif malah cenderung meningkat.
Baca artikel detiknews, "Tingkat Kejahatan
Selama Pandemi" selengkapnya https://news.detik.com/kolom/d-5926380/tingkat-kejahatan-selama-pandemi.
Download Apps Detikcom Sekarang
https://apps.detik.com/detik/
Essay
Pada dasarnya kriminal terjadi karena berbagai faktor,
namun faktor yang paling besarnya adalah karena kemiskinan. Seperti pada saat
covid-19 merebak, banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja kepada
karyawannya, banyak orang kehilangan pekerjaannya, banyak pengusaha yang
bangkrut, Hal-hal diatas menyebabkan kemiskinan meningkat. Meningkatnya
kemiskinan menyebabkan orang mencari cara bagaimana bertahan hidup, salah
satunya dengan melakukan Tindakan kriminal.
Jika kita kaitkan dengan teori kriminologi, maka dapat
dibuat seperti berikut:
Ada beberapa penggolongan teori dalam kriminologi
antara lain(Soedjono Dirdjosisworo, 1994: 108-143) :
1. Teori
Asosiasi Diferensial (Differential Association Theory)
Sutherland
menghipotesakan bahwa perilaku kriminal itu dipelajari melalui asosiasi
yang dilakukan dengan mereka yang melanggar norma-norma masyarakat termasuk
norma hukum. Proses mempelajari tadi meliputi tidak hanya teknik kejahatan
sesungguhnya, namun juga motif, dorongan, sikap dan rasionalisasi yang nyaman
yang memuaskan bagi dilakukannya perbuatan-perbuatan anti sosial.
Theori asosiasi differensial Sutherland mengenai
kejahatan menegaskan bahwa :
a. Perilaku
kriminal seperti halnya perilaku lainnya, dipelajari.
b. Perilaku
kriminal dipelajari dalam hubungan interaksi dengan orang lain melalui suatu
proses komunikasi.
c. Bagian
penting dari mempelajari perilaku kriminal terjadi dalam pergaulan intim dengan
mereka yang melakukan kejahatan, yang berarti dalam relasi langsung di tengah
pergaulan.
d.
Mempelajari perilaku kriminal, termasuk didalamnya teknik melakukan
kejahatan dan motivasi/ dorongan atau alasan pembenar.
e. Dorongan
tertentu ini dipelajari melalui penghayatan atas peraturan perundang-undangan;
menyukai atau tidak menyukai.
f. Seseorang
menjadi deliquent karena penghayatannya terhadap peraturan perundangan lebih
suka melanggar daripada mentaatinya.
g. Asosiasi
diferensial ini bervariasi tergantung dari frekuensi, durasi, prioritas dan
intensitas.
h. Proses
mempelajari perilaku kriminal melalui pergaulan dengan pola kriminal dan anti
kriminal melibatkan semua mekanisme yang berlaku dalam setiap proses belajar.
i.
Sekalipun perilaku kriminal merupakan pencerminan dari kebutuhan umum
dan nilai-nilai, akan tetapi tingkah laku kriminal tersebut tidak dapat dijelaskan melalui
kebutuhan umum dan nilai-nilai tadi, oleh karena perilaku non kriminal pun
merupakan pencerminan dari kebutuhan umum dan nilai-nilai yang sama.
2. Teori
Tegang (Strain Theory)
Teori ini beranggapan bahwa manusia pada dasarnya
makhluk yang selalu memperkosa hukum atau melanggar hukum, norma-norma dan
peraturan-peraturan setelah terputusnya antara tujuan dan cara mencapainya
menjadi demikian besar sehingga baginya satu-satunya cara untuk mencapai tujuan
ini adalah melalui saluran yang tidak legal. Akibatnya, teori “tegas” memandang
manusia dengan sinar atau cahanya optimis. Dengan kata lain, manusia itu pada
dasarnya baik, karena kondisi sosiallah yang menciptakan tekanan atau stress,
ketegangan dan akhirnya kejahatan.
3. Teori
Kontrol Sosial (Social Control Theory)
Landasan berpikir teori ini adalah tidak melihat
individu sebagai orang yang secara intriksik patuh pada hukum, namun menganut
segi pandangan antitesis di mana orang harus belajar untuk tidak melakukan tindak
pidana. Mengingat bahwa kita semua dilahirkan dengan kecenderungan alami untuk
melanggar peraturan-peraturan di dalam masyarakat, delinkuen di pandang oleh
para teoretisi kontrol sosial sebagai konsekuensi logis kegagalan seseorang
untuk mengembangkan larangan-larangan ke dalam terhadap perilaku melanggar
hukum.
Terdapat empat unsur kunci dalam teori kontrol sosial
mengenai perilaku kriminal menurut Hirschi (1969), yang meliputi :
a. Kasih
Sayang
Kasih sayang ini meliputi kekuatan suatu ikatan yang
ada antara individu dan saluran primer sosialisasi, seperti orang tua, guru dan
para pemimpin masyarakat. Akibatnya, itu merupakan ukuran tingkat terhadap mana
orang-orang yang patuh pada hukum bertindak sebagai sumber kekuatan positif
bagi individu.
b. Komitmen
Sehubungan dengan komitmen ini, kita melihat investasi
dalam suasana konvensional dan pertimbangan bagi tujuan-tujuan untuk hari depan
yang bertentangan dengan gaya hidup delinkuensi.
c. Keterlibatan
Keterlibatan, yang merupakan ukuran kecenderungan
seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan konvensional mengarahkan
individu kepada keberhasilan yang dihargai masyarakat.
a.
Kepercayaan
Akhirnya kepercayaan memerlukan diterimanya keabsahan
moral norma-norma sosial serta mencerminkan kekuatan sikap konvensional
seseorang. Keempat unsur ini sangat mempengaruhi ikatan sosial antara seorang
individu dengan lingkungan masyarakatnya.
4. Teori
Label (Labeling Theory)
Landasan berpikir dari teori ini diartikan dari segi
pandangan pemberian norma, yaitu bahwa sebab utama kejahatan dapat dijumpai
dalam pemberian nama atau pemberian label oleh masyarakat untuk
mengidentifikasi anggota-anggota tertentu pada masyarakatnya. (Gibbs dan
Erickson, 1975; Plummer 1979; Schur 1971).
Terdapat banyak cara dimana pemberian label itu dapat
menentukan batas bersama dengan perilaku kriminal telah dijadikan teori,
misalnya bahwa pemberian label memberikan pengaruh melalui perkermbangan
imajinasi sendiri yang negatif. Menurut teori label ini maka cap atau merek yang
dilekatkan oleh penguasa sosial terhadap warga masyarakat tertentu lewat aturan
dan undang-undang sebenarnya berakibat panjang yaitu yang di cap tersebut akan
berperilaku seperti cap yang melekat itu. jadi sikap mencap orang dengan
predikat jahat adalah kriminogen.
5. Teori Psikoanalitik (Psyco Analytic Theory)
Menurut Sigmund Freud, penemu psikonanalisa, hanya
sedikit berbicara tentang orang-orang kriminal. Ini dikarenakan perhatian Freud
hanya tertuju pada neurosis dan faktor-faktor di luar kesadaran yang tergolong
kedalam struktur yang lebih umum mengenai tipe-tipe ketidakberesan atau
penyakit seperti ini. Seperti yang dinyatakan oleh Alexander dan Staub (1931),
kriminalitas merupakan bagian sifat manusia. Dengan demikian, dari segi
pandangan psikoanalitik, perbedaan primer antara kriminal dan bukan kriminal
adalah bahwa non kriminal ini telah belajar mengontrol dan menghaluskan
dorongan-dorongan dan perasaan anti-sosialnya.
1. Teori
Rancangan Pathologis (Pathological Simulation Seeking)
Menurut Herbert C. Quay (1965) mengemukakan teori
kriminalitas yang didasarkan pada observasi bahwa banyak kejahatan yang nampak
memberikan seseorang perasaan gempar dan getaran hati atau sensasi.
Kriminalitas merupakan manifestasi “banyak sekali kebutuhan bagi peningkatan
atau perubahan-perubahan dalam pola stimulasi si pelaku”. Abnormalitas primer
oleh karenanya dianggap sebagai sesuatu yang terletak dalam respon psikologis
seseorang pada masukan indera. Berarti perilaku kriminal merupakan salah satu
respon psikologis sebagai salah satu alternatif perbuatan yang harus ditempuh.
Lebih spesifik lagi telah dihipotesakan bahwa para kriminal memiliki sistem
urat syarat yang hiporeaktif terhadap rangsangan.
Beberapa bahasan dari teori rangsangan pathologis yang
perlu mendapat perhatian :
a. Kriminal
dilakukan dengan sistem urat syarat yang diporeaktif dan otak yang kurang
memberi respon, keadaan demkian tidak terjadi dalam vakum, melainkan
berinteraksi dengan tujuan tempat tinggal tertentu dimana individu hidup dalam
pergaulan.
b. Anak-anak
pradelinkuen cenderung membiasakan diri terhadap hukuman yang diterimanya dan
rangsangan ini dengan mudah menambah frustasi dikalangan orang tua. Pola ini
kemudian bergerak dalam lingkungan interaksi negatif “orang tua dan anak” yang
pada gilirannya membentuk remaja dan orang dewasa yang bersifat bermusuhan,
memendam rasa benci dan anti sosial. Kecenderungan mencuri rangsangan
pathologis ini merupakan bagian dari gambaran kriminal.
c. Interaksi
orang-orang keadaan meliputi hipotesa :
1) Bahwa
respon parental yang negatif dan tidak konsisten terhadap perilaku mencari
rangsangan atau stimuli sang anak, merupakan daya etiologis dalam perkembangan
kecenderungan-kecenderungan kriminalitas selanjutnya.
2) Bahwa
abnormalitas psikologis sang anak akan menyulitkan baginya mangantisapasi
konsekuensi yang menyakitkan atas perbuatannya.
Kedua faktor di atas merupakan faktor yang memberi
kontribusi kepada siklus yang merugikan dalam interkasi orang tua anak yang
bersifat negatif yang pada gilirannya berkulminasi pada pola kriminalitas
berat. Christopher Mehew dalam penelitiannya mengenai kriminal dan prikologis
menemukan adanya pengaruh kejiwaan terhadap perilaku jahat yang disimpulkan
sebagai tingkat kedewasaan yang terhambat (emotional-immaturity) dan ternyata
kondisi ini dipengaruhi oleh
masalah-masalah keluarga yaitu disharmonie home dan broken home.
2. Teori
Pilihan Rasional (Rational Choice Theory)
Landasan berpikir teori ini menitikberatkan pada
utilitas atau pemanfaatan yang diantisipasi mengenai taat pada hukum lawan
perilaku melawan hukum. Pendukung semula teori pilihan rasional, Gary Becker
(1968) menegaskan bahwa akibat pidana merupakan fungsi, pilihan-pilihan
langsung serta keputusan-keputusan yang dibuat relatif oleh para pelaku tindak
pidana bagi yang terdapat baginya. Pilihan rasional berarti
pertimbangan-pertimbangan yang rasional dalam menentukan pilihan perilaku yang
kriminal atau non kriminal, dengan kesadaran bahwa ada ancaman pidana apabila
perbuatannya yang kriminal diketahui dan dirinya diprotes dalam peradilan
pidana. Apabila demikian seolah-olah semua perilaku kriminal adalah keputusan
rasional.
3. Tulis Essay mengenai dampak dari merebaknya wabah Covids 19 berkaitan dengan meningkatnya kasus percobaan bunuh diri dan atau kasus bunuh diri
jawab:
Sebenarnya ada banyak peningkatan
kasus bunuh diri akibat covid-19, dari beberapa berita dibawah ini, Sebagian
besar kasusnya adalah karena bangkrut lalu terlilit hutang, lalu ada juga yang
tidak rela ditinggal orang terkasih sehingga nekat bunuh diri untuk menyusul orang
terkasih.
Berikut beberapa berita nya:
Mari kita bahas kasus yang kedua
saja, yaitu bunuh diri nya si bos kapal akibat terlilit utang karena usaha
kapalnya bangkrut Ketika covid-19. Siapa disini yang ingin jadi pengusaha? Tentu
saja banyak dong, bahkan menurut islam salah satu pintu rejeki adalah dengan
berdagang atau berniaga atau saat ini acap kali disebut berbisnis.
Lalu, Apakah bisnis itu mudah?
Tentu saja tidak, Tuhan sudah mengatur untuk membuatmu jadi cepat kaya adalah
dengan berbisnis, Kamu bisa mengatur margin keuntungan dengan berbisnis, namun
berbisnis tidaklah mudah. Perlu Ilmu, perlu modal, perlu karyawan, perlu pasar,
perlu relasi, dan masih banyak lagi.
Hal pertama yang menjadi benturan
seseorang Ketika berbisnis atau memulai bisnis adalah modal. Terkadang
seseorang nekat meminjam uang di Bank meskipun usahanya belum tentu berjalan
lancar, sebuah hal yang salah memang. Rumus meminjam uang di Bank adalah hanya
untuk kebutuhan produktif, jika usaha baru mulai dan masih kecil tidak
selayaknya meminjam uang di Bank, karena besarnya bunga bank bisa jadi menjadi
petaka bagi usaha kita yang baru saja dimulai.
Pada kasus bunuh diri bos kapal
ini, usahanya tentu saja sudah besar, namun karena adanya Covid-19, usaha kapal
tersebut terpaksa harus gulung tikar dan meninggalkan sisa hutang yang
menggunung. Bank tidak mau tahu mengenai finansial Anda, mereka hanya ramah
diawal Ketika Anda hendak meminjam uang, namun Ketika Anda macet membayar
hutang, bersiaplah bertemu para debt collector Bank yang akan membuat hidupmu
tidak tenang. Belum lagi saat ini ada yang Namanya pinjaman online alias
pinjol.
Diketahui keempat orang korban yang
rela melompat dari lantai 22 apartemen itu orang tuanya terjerat pinjol. Pinjol
yang terus menghantui akibat dari tidak adanya uang akibat usaha bangkrut
karena covid-19 ini membuat satu keluarga di penjaringan rela mengakhiri hidup
mereka satu keluarga dengan melompat dari apartemen dengan tangan yang
sama-sama terikat.
Posting Komentar untuk "tanya jawab teori kriminologi"