Dalam UU No 10 Tahun 2004, Tap MPR tidak dicantumkan lagi sebagai salah satu sumber hukum, namun dalam UU No. 12 Tahun 2011 Tap MPR ditentukan lagi sebagai salah satu sumber hukum.
Pertanyaan:
1.
Berikan pendapat
anda mengapa dalam UU No. 10 Tahun 2004, Ketetapan MPR tidak dicantumkan
sebagai salah satu sumber hukum?
2.
Apa konsekuensi
hukum dengan dicantumkannya kembali Ketetapan MPR sebagai salah satu sumber
hukum dalam UU No. 12 Tahun 2011?
Jawab:
1. untuk pertanyaan pertama ini, dapat saya katakana itulah dinamika
politik. Sebelum membahas lebih jauh, ap aitu TAP MPR? TAP MPR adalah ketetapan
MPR. Ketetapan MPR akan menjembatani antara UUD 1945
dengan UU/Perpu atau Keppres dalam mengantisipasi kebutuhan hukum (peraturan)
yang landasan konstitusionalnya belum atau tidak jelas bahkan tidak ada,
sehingga akan memberi landasan hukum bagi pembentukkan UU/Perpu/ Keppres dan peraturan
lain di bawahnya.
TAP MPR yang masih berlaku
saat ini ada 13 buah yaitu:
TAP MPR yang masih berlaku tersebut, adalah :
1.Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS.1966 Tentang Pembubaran Partai Komunis
Indonesia, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh Wilayah Indonesia
bagi Partai Komunis Indonesia dan larangan setiap Kegiatan untuk Menyebarkan
atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
2. Ketetapan MPR No. XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka
Demokrasi Ekonomi.
3.Ketetapan MPR No V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor
Timur.
4. Ketetapan MPRS No. XXIX/MPRS/1966 tentang Pengangkatan Pahlawan
Ampera. (dalam perkembangan terakhir telah terbentuk UU No. 20 Tahun 2009
tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan)
5.Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas KKN.
6.Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah,
Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan,
serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam NKRI.
7. Ketetapan MPR No. V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan
Kesatuan Nasional.
8. Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Indonesia.
9.Ketetapan MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri.
10. Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
11. Ketetapan MPR No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.
12. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan
Pemberantasan dan Pencegahan KKN.
13. Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan
Pengelolahan Sumber Daya Alam.
2. Apa konsekuensi hukum dengan Kembali ditetapkannya TAP MPR pada UU
No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Undang-Undang maka TAP MPR
Kembali diakui sebagai salah satu sumber hukum yang sah.
Ditemukan sesosok jenazah,
yang berdasarkan rekaman Closed Circuit
Television (CCTV) nampak pelaku pembunuhan tersebut.
Pertanyaan: Mengapa rekaman Closed
Circuit
Television (CCTV) dapat dijadikan sebagai alat bukti di persidangan dan mempunyai kekuatan pembuktian, mengingat bahwa alat bukti dalam hukum acara pidana telah ditentukan secara limitatif pada Pasal 184
KUHAP. Jelaskan pendapat Anda.
Jawab:
CCTV termasuk sebagai pengertian informasi elektronik yang tertuang
didalam UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada
Pasal 1 angka 1 dan angka 4 yang sebagai alat bukti sah sesuai hukum acara yang
berlaku.
Pada hukum acara pidana bisa digunakan sebagai alat bukti pada proses
penyidikan, penuntutan serta persidangan sesuai ketentuan dalam Pasal 5 ayat
(1) dan (2) serta Pasal 44 UU ITE. CCTV dapat dipergunakan sebagai alat bukti
selama CCTV mempunyai keterkaitan antara keterangan saksi, surat, dan
keterangan terdakwa.
Pasal 295 RIB hanya mengakui alat bukti yang sah berupa kesaksian,
surat-surat, pengakuan, dan petunjuk-petunjuk. KUHAP turut mengatur mengenai
alat bukti yang sah dan dapat digunakan dalam pembuktian kesalahan pelaku
tindak pidana, yaitu Pasal 184 ayat (1) yang mana alat bukti yang sah berupa,
keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Merujuk pada Pasal 1338 KUHPerdata bahwa Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali, selain atas kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang
oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Pertanyaan:
1.
Bagaimanakah jika rekanan dalam perjanjian tersebut menggantung tanpa kepastian proyek pengerjaan sesuai yang telah dituangkan dalam perjanjian.
Jawab:
Dalam sebuah perjanjian, biasanya sudah dibunyikan bagaimana cara
penanggulangan apabila ada pihak yang menggantung tanpa ada kepastian jadi
tidak perlu khawatir apabila ada salah satu pihak yang tidak menjalankan apa
yang sudah menjadi kesepakatan kedua belah pihak.
2.
Mengapa perjanjian yang sudah disepakati masih boleh dibatalkan sepihak?
Jawab:
Hal tersebut bisa saja terjadi, dan hal yang
biasa dalam sebuah perjanjian. Itulah mengapa dalam sebuah perjanjian perlu
dibuatkan detail isi perjanjiannya, termasuk bagaimana penanganan jika terjadi
pembatalan dalam sebuah perjanjian.
Posting Komentar untuk "tanya jawab sistem hukum indonesia"