Indrayagus Slamet |
9 Jurus AR Malas ala Indrayagus Slamet
Indrayagus Slamet, seorang dosen di Magister Akuntansi Universitas Indonesia lulusan D IV STAN tahun 2002 yang hingga kini masih sering dipanggil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memberikan ilmu kepada para Account Representative (AR) DJP di seluruh Indonesia. Pada awalnya Indrayagus Slamet adalah salah satu bagian dari DJP hingga akhirnya resign pada 2011 dengan alasan takut wara-wiri nasional menjadi pejabat DJP.
9 jurus AR Malas ala Indrayagus Slamet |
Selanjutnya, Apa itu AR? Sederhananya AR adalah
pegawai DJP yang tugas dan fungsinya sebagai ujung tombak penerimaan pajak.
Secara aturan, tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor
PMK-45/PMK.01/2021 tentang Account Representative, AR Pajak adalah
jabatan pelaksana pada Kantor Pelayanan Pajak dengan beberapa tingkatan jabatan
sebagaimana diatur dalam peraturan per undang-undangan. Tugas AR adalah
sebagai berikut:
- Melaksanakan
analisis, penjabaran, dan pengelolaan dalam rangka memastikan Wajib Pajak
(WP) mematuhi peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan melalui
perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut intensifikasi dan
ekstensifikasi berbasis pendataan serta pemetaan (mapping) subjek dan
objek pajak;
- Melaksanakan
kegiatan penguasaan wilayah, pengamatan potensi pajak, dan penguasaan
informasi;
- Melaksanakan
pencarian, pengumpulan, pengolahan, penelitian, analisis, pemutakhiran,
dan tindak lanjut data perpajakan;
- Melaksanakan
pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak;
- Menyusun
konsep imbauan dan melaksanakan konseling kepada Wajib Pajak;
- Melaksanakan
pengawasan dan pemantauan tindak lanjut data dan informasi termasuk namun
tidak terbatas pada data surat pemberitahuan, data pihak ketiga, dan data
pengampunan pajak; dan
- Melaksanakan
pengelolaan administrasi penetapan dan menyusun konsep penerbitan produk
hukum dan produk pengawasan perpajakan.
Jika melihat tugas seorang AR seperti yang tertera pada PMK
diatas, rasanya tugasnya sangat berat, apalagi satu orang AR Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) terkadang diberi amanat untuk mengawasi ribuan WP, belum
lagi jika AR-nya pemalas, untuk itu dibutuhkan sebuah kerja cerdas,
bukan kerja keras. Bukankah orang yang bisa bekerja di DJP itu semuanya adalah
orang pintar? Orang pintar pemalas akan menggunakan jurus-jurus AR Malas ala
Indrayagus Slamet ini untuk menggali potensi perpajakan dari WP yang Ia bawahi.
Berikut adalah 9 Jurus AR malas ala Indrayagus Slamet (AR hanya perlu
menguasai hingga nomor 4 saja sudah membuat Wajib Pajak (WP)
"DOBRAK"):
1. Aspek Deductible-Undeductible Expenses
Deductible expense adalah biaya-biaya yang dapat diakui sebagai beban dalam
laporan keuangan fiskal, begitupun sebaliknya non-deductible expense adalah
biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan/diakui sebagai beban/biaya dalam
laporan keuangan fiskal. Dalam aspek perpajakan, laporan keuangan yang
disajikan oleh WP tidak semerta-merta diakui dalam aspek perpajakan, namun
laporan keuangan tersebut harus melalui koreksi fiskal yang biasanya pada
akhirnya akan menimbulkan koreksi fiskal negatif (jumlah beban yang dapat
diakui dalam laporan keuangan WP akan berkurang). Berikut adalah Deductible
Expense dan Undeductible expense:
Deductible Expenses
Biaya yang dapat dikurangkan dalam laporan keuangan fiskal ini sebenarnya
tercantum dalam pasal 6 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU No. 36 tahun
2008) sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 7 tahun 2021 tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Sebelum mengetahui apa saja yang masuk
kedalam deductible expense, terdapat tiga prinsip yang harus dipedomani untuk
menentukan biaya tersebut dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan (beban)
atau tidak, yaitu:
- biaya
tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha
- biaya
tersebut diberlakukan untuk memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak
- biaya
tersebut bukan digunakan untuk kepentingan pribadi si pemilik
Berikut adalah Deductible expense berdasarkan Pasal 6 UU No. 36
tahun 2008 tentang pajak penghasilan:
- Biaya
yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha,
antara lain:
-biaya pembelian bahan;
-biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium,
bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
-bunga, sewa, dan royalti;
-biaya perjalanan;
-biaya pengolahan limbah;
-premi asuransi;
-biaya promosi dan penjualan yang diatur Peraturan Menteri Keuangan (PMK);
-biaya administrasi; dan
-pajak kecuali pajak penghasilan.
- Penyusutan
dan amortisasi.
- Iuran
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
- Kerugian
karena penjualan atau pengalihan aset (aset harus berhubungan dengan aset
yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan).
- Kerugian
selisih kurs mata uang asing.
- Biaya
penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
- Biaya
beasiswa, magang, dan pelatihan.
- Piutang
yang nyata-nyata tidak dapat tertagih dengan syarat telah dibebankan
sebagai biaya di laporan laba rugi komersial, WP harus menyerahkan daftar
piutang tidak tertagih ke DJP, dan telah diserahkan perkara penagihannya
kepada Pengadilan Negeri atau lembaga negara yang menangani piutang negara
(tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil).
- Sumbangan
dalam rangka penanggulangan bencana nasional.
- Sumbangan
dalam rangka penelitian yang dilakukan di Indonesia.
- Biaya
pembangunan infrastruktur sosial.
- Sumbangan
fasilitas pendidikan.
- Sumbangan
dalam rangka pembinaan olahraga.
Non-Deductible Expense
Jika diatas berbicara mengenai biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto WP, maka non-deductible expense adalah
kebalikannya, berikut adalah biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto dalam laporan keuangan fiskal berdasarkan Pasal 9 UU No. 36
tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana terakhir diubah dengan UU No.
7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan:
- Pembagian
laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen
yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, pembagian
sisa hasil usaha koperasi.
- Biaya
yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota.
- Pembentukan
atau pemupukan dana cadangan, kecuali:
-cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
-cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
-cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
-cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
-cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
-cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
untuk usaha pengolahan limbah industri.
- Premi
asuransi yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali yang dibayar
oleh pemberi kerja
- Penggantian
atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minumam bagi
seluruh pegawai serta natura untuk WP yang memenuhi kriteria daerah
tertentu.
- Jumlah
yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang memiliki hubungan istimewa.
- Harta
yang dihibahkan, warisan, bantuan atau sumbangan (kecuali sumbangan yang
masuk kriteria deductible
expense seperti yang disebutkan diatas.
- Pajak
penghasilan.
- Biaya
yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemilik (prive) atau orang yang
menjadi tanggungannya.
- Gaji
yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
- Sanksi
administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
2. Ekualisasi PK&PM, Bukti Potong, PPh Potput, dan Mapping
Ekualisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses, cara,
perbuatan menyamakan. Jadi, ekualisasi Pajak Keluaran (PK) dan Pajak Masukan
(PM), bukti potong pajak, pajak penghasilan pemotongan dan pemungutan dan pemetaan
WP ini adalah sebuah proses menyamakan pelaporan antara kedua belah pihak Wajib
Pajak (WP) yang saling bertransaksi.
Untuk PK&PM, seorang AR dapat melihat dari SPT masa PPN
yang dilaporkan WP/melihat faktur pajak/cara lainnya, begitu juga untuk bukti potong
pajak, PPh Potput dan mapping, seorang AR hanya perlu melihat
data antara kedua belah pihak yang bertransaksi, Apakah kedua-duanya melaporkan
angka yang sama dalam dokumen perpajakanya? Jika terjadi perbedaan, maka ada
potensi pajak yang bisa didapatkan disana.
3. Pemisahan final-non final-bebas PPh dan Beban Langsung
Jurus AR malas selanjutnya menurut Indrayagus Slamet adalah
memisahkan mana PPh final, non PPh final, bebas PPh, dan mengecek beban-beban
yang masuk dalam biaya langsung Wajib Pajak. Cara mengeceknya mudah, kita hanya
perlu melihat mana-mana saja penghasilan yang masuk PPh final, PPh non-final,
bebas PPh dalam laporan transaksi WP dan laporan keuangannya, lalu lihat
laporan SPT-nya, Apakah semuanya sudah dilaporkan dengan benar?
PPh Final
PPh final sederhanya adalah Pajak Penghasilan yang tidak bisa menjadi kredit
pajak (pengurang pajak) pada SPT Tahunan. Apa saja yang masuk dalam PPh final?
Berikut adalah Pajak Penghasilan yang masuk dalam kategori PPh final:
- PP 55
tahun 2022 sebagai pengganti PP 23 tahun 2018 (PPh UMKM, 0,5%xperedaran
bruto, penghasilan dibawah 500juta setahun tidak dikenakan Pajak
Penghasilan).
- Bunga
deposito/tabungan, diskonto SBI dan jasa giro, tarif pajak 20%.
- Bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi, tarif pajak 10%.
- Penghasilan
dari bunga obligasi (Surat Utang dan Surat Utang Negara lebih dari 12
bulan), tarif 15% untuk WP dalam negeri dan 20% untuk WP luar negeri.
- Dividen
yang diterima WP Orang Pribadi dalam negeri, tarif 10%.
- Hadiah
undian, tarif 25%.
- Transaksi
derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa, tarif
2,5%.
- Transaksi
penjualan saham, tarif 0,5% untuk saham pendiri dan 0,1% untuk bukan saham
pendiri.
- Penghasilan
dari jasa konstruksi, tarif 2/3/4/6% tergantung SIUJK
- Penghasilan
dari sewa tanah dan bangunan, tarif 10%
- Pengalihan
hak atas tanah dan bangunan (PP 34 tahun 2016), tarif 0/1/2,5% tergantung
yang disyaratkan pada PP tersebut.
- PPh
Pasal 15, Pajak Penghasilan yang mengatur jasa Pelayaran, Jasa
Penerbangan, Perusahaan dagang asing, BOT
(build-operate-transfer). (Untuk PPh atas Jasa sewa
pesawat/jasa penerbangan dalam negeri tidak termasuk PPh final)
PPh non-final
Kebalikan dari PPh final adalah PPh non-final, artinya pajak penghasilan
tersebut dapat menjadi kredit pajak (pengurang pajak yang masih harus
dibayarkan) pada SPT Tahunan. Berikut adalah PPh non-final:
- PPh
Pasal 21, Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima oleh WP Orang Pribadi
dalam negeri.
- PPh
Pasal 22, Pajak Penghasilan yang dikenakan terhadap perdagangan barang dan
impor barang. (untuk PPh penjualan atas bahan bakar ada yang bersifat
final)
- PPh
Pasal 23, Pajak Penghasilan yang dipotong atas jasa.
- PPh
Pasal 24, Pajak Penghasilan yang mengatur tentang kredit pajak atas
penghasilan WP dalam negeri dari penghasilan di luar negeri yang boleh
dikreditkan di dalam negeri.
- PPh
Pasal 25, sederhananya adalah angsuran pajak.
- PPh
Pasal 26, pemotongan Pajak Penghasilan untuk WP luar negeri yang
memperoleh penghasilan di Indonesia.
- PPh
Pasal 29, istilah dari pajak kurang bayar dalam SPT Tahunan.
Bebas PPh
Bebas PPh yang dimaksudkan disini adalah yang dikecualikan dari objek pajak
dalam Pasal 4 ayat 3 UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yaitu:
- Bantuan
atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat yang
disahkan oleh pemerintah, sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang
diakui di Indonesia.
- Harta
hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang
diatur dalam PMK.
- Warisan.
- Harta
termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham
atau penyertaan modal.
- Penggantian
sehubungan dengan natura.
- Pembayaran
dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi keccelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwi guna dan asuransi
beasiswa.
- Dividen
yang diterima perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi,
BUMN/BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat berasal dari cadangan laba
ditahan dan kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% dari modal yang disetor.
- Iuran
dana pensiun, baik yang dibayar pemberi kerja atau pegawai.
- Penghasilan
dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang tertentu yang
diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK).
- Bagian
laba yang diterima oleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham.
- Penghasilan
yang diterima oleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan
pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di Indonesia dengan
syarat-syarat tertentu.
- Beasiswa
yang memenuhi persyaratan tertentu
- Sisa
lebih yang diperoleh badan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan
dan/atau bidang penelitian dan pengembangan dengan syarat tertentu.
- Bantuan
atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Menteri Keuangan.
4. Kajian PPN tidak dipungut/bebas PPN dan Kajian PPN Masukan yang
Tidak Dapat Dikreditkan
Jurus AR Malas ala Indrayagus Slamet selanjutnya adalah terkait kajian PPN
tidak dipungut/bebas PPN dan kajian PPN Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Mari kita bahas satu per satu:
PPN tidak dipungut
Sebagaimana disebutkan pada pasal 16B UU No. 42 tahun 2009 tentang perubahan
ketiga ata Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana terakhir
diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan, berikut adalah Pajak terutang tidak dipungut atas:
- Kegiatan
di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam daerah pabean.
- Penyerahan
Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu.
- Impor
Barang Kena Pajak tertentu.
- Pemanfaatan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean.
- Pemanfaatan
Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
Meskipun atas kegiatan diatas masuk dalam kategori PPN tidak dipungut, tetap
harus diterbitkan faktur pajak dan atas pajak masukannya dapat
dikreditkan.
PPN dibebaskan
Sebenarnya terkait PPN tidak dipungut atau PPN dibebaskan, secara
Undang-Undang pasal yang digunakan adalah sama dengan aturan pada Pasal 16B UU
No. 42 tahun 2009 tersebut diatas, hanya saja PPN dibebaskan ini memiliki
penjelasan lebih lanjut mengenai detail-detail apa saja yang dibebaskan yang
diatur dalam Peraturan menteri Keuangan (PMK).
Perbedaan paling mendasar antara PPN tidak dipungut dengan PPN dibebaskan,
selain pada kode faktur pajak yang jika pada PPN tidak dipungut memiliki kode
07 dan PPN dibebaskan memiliki kode 08, perbedaan lainnya yang paling mendasar
adalah meskipun tetap harus menerbitkan faktur pajak, pada PPN dibebaskan Pajak
Masukannya tidak dapat dikreditkan seperti pada PPN tidak dipungut.
Seperti disebutkan diatas bahwa ada beberapa aturan turunan terkait PPN
dibebaskan ini, maka salah satu aturan turunannya yaitu PMK nomor
115/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Impor Barang yang
Bersifat Strategis... disebutkan bahwa impor barang strategis yang PPN nya
dibebaskan yaitu impor terhadap:
- Mesin
dan Peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan
terpasang atau terpisah yang digunakan untuk menghasilkan Barang Kena
Pajak (BKP).
- Barang
yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan
sebagaimana terlampir dalam Peraturan Pemerintah BKP tertentu yang
bersifat strategis.
- Jangat
dan kulit mentah yang tidak disamak.
- Ternak
yang kriterianya diatur dengan Peraturan Menteri.
- Bibit
dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
atau perikanan.
- Pakan
ternak tidak termasuk pakan hewan kesayangan.
- Pakan
ikan.
- Bahan
pakan untuk pembuatan pakan ternak, tidak termasuk imbuhannya.
- Bahan
baku kerajinan perak.
- Liquified Natural Gas (LNG)
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan
Ada banyak sekali penyebab faktur Pajak Masukan PPN tidak dapat dikreditkan,
selain dari tidak terpenuhinya syarat Pada Pasal 9 UU PPN, ada pula penyebab
lainnya seperti:
- Perolehan
BKP/JKP sebelum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
- Perolehan
BKP/JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
- Perolehan
dan Pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon,
kecuali berupa barang dagangan atau disewakan.
- Pemanfaatan
BKP tidak berwujud/JKP dari luar daerah pabean sebelum dikukuhkan sebagai
PKP.
- Perolehan
BKP/JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi syarat.
- Perolehan
BKP/JKP yang pajak masukannya ditagih dengan Surat Ketetapan Pajak
(SKP)/melalui pemeriksaan pajak.
- Perolehan
BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi
Selanjutnya, seperti sudah disebutkan diatas bahwa si AR malas jika hanya
menguasai empat diatas saja, sudah dapat dipastikan akan dengan mudah menemukan
potensi pajak pada Wajib Pajak. Lantas apa saja lima jurus selanjutnya yang
jika AR malas menguasai ini juga maka akan menjadi AR yang hebat. Berikut
adalah lima jurus berikutnya bagi AR malas dalam menggali potensi perpajakan.
Posting Komentar untuk "9 Jurus AR Malas ala Indrayagus Slamet"