Kali ini saya akan sharing terkait keberatan dan non-keberatan pajak. Wajib pajak yang mendapatkan SKP (Surat Ketetapan Pajak) karena pemeriksaan pajak atau STP (Surat Tagihan Pajak) dapat diajukan keberatan dan atau penghapusan sanksi pajak (keberatan pajak hanya dapat diajukan terhadap SKP -red.), serta penghapusan sanksi biasa juga disebut non-keberatan pajak.
A. Keberatan Pajak
contoh surat permohonan keberatan pajak |
Keberatan pajak dapat diajukan ke dirjen pajak terhadap SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar), SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan), SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar), SKPN (Surat Ketetapan Pajak Nihil), dan Potong/pungut oleh pihak ketiga (pajak yang seharusnya tidak dipotong/dipungut). Dikecualikan dari permohonan keberatan adalah atas SKPKB yang masuk kategori Pasal 13A UU KUP (SKPKB atas WP yang terkena sanksi pidana).
Keberatan Pajak sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 9/PMK.03/2013 tanggal 2 Januari 2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan. download PMK 9 2013 dan download lampiran PMK 9 2013. Contoh Surat permohonan pengajuan keberatan terdapat dalam lampiran PMK ini.
Pengajuan keberatan hanya terbatas pada materi atau isi dari SKP atau Potong/Pungut.
Perlu pembaca sekalian ketahui bahwa pengajuan keberatan pajak ini tidak menunda kewajiban membayar pajak yang tercantum dalam SKPKB, serta tidak menunda pelaksanaan penagihan pajak.
1. Syarat Pengajuan Keberatan Pajak
Syarat pengajuan keberatan pajak adalah:
- Surat Permohonan Pengajuan Keberatan Pajak diajukan tertulis dalam bahasa Indonesia. (Silahkan download diatas contoh suratnya atau datang langsung ke KPP tempat wajib pajak terdaftar untuk mengajukan keberatan/penghapusan sanksi, Keberatan/penghapusan sanksi ini akan diproses di Kantor Wilayah DJP).
- Dalam surat permohonan pengajuan keberatan, Wajib Pajak (WP) wajib mengemukakan jumlah pajak yang seharusnya terutang/dipotong/dipungut atau jumlah rugi menurut perhitungan wajib pajak disertai alasan.
- Satu keberatan diajukan untuk satu SKP atau satu Pot/Put Pajak.
- WP telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui WP pada saat pembahasan hasil akhir pemeriksaan.
- Ditandatangani langsung oleh WP yang bersangkutan, dalam hal surat permohonan tidak ditandatangani langsung oleh WP yang bersangkutan, maka wajib dilampiri surat kuasa khusus.
- Permohonan keberatan pajak diajukan paling lambat tiga bulan sejak tanggal SKP dikirim atau Pot/Put oleh pihak ketiga, kecuali keadaan diluar kekuasaan WP.
- WP tidak mengajukan permohonan pengurangan sanksi (non-keberatan) disaat bersamaan ingin mengajukan keberatan.
Jadi sederhana nya, keberatan itu dapat diartikan sebagai WP tidak setuju atas jumlah SKP yang dikeluarkan Dirjen Pajak, sementara Pengurangan sanksi (non-keberatan) dapat diartikan sebagai WP setuju dengan jumlah SKP yang diterbitkan Dirjen Pajak, hanya saja memohon dilakukan pengurangan atas sanksi yang menyertai SKP tersebut, bisa sanksi denda atau sanksi bunga.
Lama proses keberatan pajak ini hingga Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan Surat Keputusan Apakah menolak, mengabulkan sebagian, menerima keberatan, atau menambah besarnya jumlah pajak yang tercantum dalam SKP adalah paling lama 12 bulan sejak WP mengajukan keberatan, apabila waktu tersebut terlampaui maka permohonan keberatan dianggap dikabulkan.
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan keberatan pajak ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana wajib pajak terdaftar atau di KPP dimana wajib pajak tersebut dikukuhkan menjadi PKP. Selain secara langsung mengajukan ke KPP, permohonan keberatan pajak juga bisa disampaikan melalui pos, ekspedisi, atau cara lain (e-filling dan cara lainnya).
2. Pencabutan pengajuan keberatan
Didalam perjalanannya, Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan pencabutan pengajuan keberatan dengan syarat keberatan tersebut belum sampai ke tahap SPUH (Surat Permintaan Untuk Hadir). SPUH ini adalah tahap akhir dari penyelesaian keberatan sebelum Penelaah Keberatan (PK) membuat Surat Keputusan (SK) Keberatan. Jarak dari SPUH sampai dengan PK harus menerbitkannya adalah paling lama 10 hari kerja.
SPUH hanya ada di keberatan, untuk permohonan pengurangan sanksi pajak tidak terdapat SPUH.
Adapun syarat permohonan pencabutan pengajuan keberatan pajak adalah sebagai berikut:
- Diajukan tertulis dalam bahasa Indonesia, mengemukakan alasan pencabutan, dan harus sesuai format lampiran III PMK 9 2013 tentang keberatan.
- Surat Permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dalam hal bukan wajib pajak, maka harus melampirkan surat kuasa khusus sesuai pasal 32 ayat 3 UU KUP.
- Surat Permohonan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat WP terdaftar dengan tembusan Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Kantor Wilayah DJP.
Nantinya DJP wajib memberikan surat balasan Apakah menyetujui/menolak permohonan pencabutan keberatan tersebut sesuai lampiran IV PMK 9 2013 tentang keberatan.
Ada konsekuensi jika Wajib Pajak mengajukan pencabutan, yaitu:
- WP tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan atas SKP yang tidak benar (Pasal 36 ayat 1 b UU KUP).
- Pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB atau SKPKBT yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir pemeriksaan menjadi utang pajak sejak tanggal SKP diterbitkan.
3. Sanksi atas keberatan
WP akan dikenakan sanksi berupa denda apabila permohonan keberatannya dikabulkan sebagian atau ditolak, detailnya sebagai berikut:
- Jika keberatan ditolak/dikabulkan sebagian/menambah jumlah pajak yang harus dibayar, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% x (jumlah keputusan keberatan - pajak yang sudah dibayar sebelum mengajukan keberatan).
- Sanksi administrasi berupa denda 50% tidak dikenakan dalam hal WP mengajukan permohonan pencabutan keberatan, pengajuan keberatan tidak dapat dipertimbangkan, atau WP mengajukan permohonan banding. (Tapi jangan salah gaes, kalo bandingnya ditolak/dikabulkan sebagian, denda nya lebih mantap lagi, hehehe...)
B. Non Keberatan Pajak
contoh surat permohonan non keberatan |
Selanjutnya kita akan membahas non keberatan pajak, sebenarnya yang dimaksud non keberatan pajak disini adalah WP dapat mengajukan permohonan pengurangan, penghapusan, pembatalan atas sanksi administrasi berdasarkan permohonan WP. download PMK 8 tahun 2013
Non keberatan pajak ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 8/PMK.03/2013 tanggal 2 Januari 2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak.
WP dapat mengjukan permohonan pengurangan, penghapusan, pembatalan dengan detail sebagai berikut:
- Mengurangkan/menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan karena kekhilafan WP atau bukan karena kesalahannya. (Pasal 36 ayat 1 huruf a UU KUP).
- Mengurangkan/membatalkan SKP tidak benar. (Pasal 36 ayat 1 huruf b UU KUP).
- Mengurangkan/membatalkan STP pasal 14 UU KUP yang tidak benar. (Pasal 36 ayat 1 huruf c UU KUP).
- Membatalkan SKP hasil pemeriksaan/verifikasi yang dilaksanakan tanpa penyampaian SPHP (Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan) atau SPHV (Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi) atau tanpa Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan/Verifikasi. (Pasal 36 ayat 1 huruf d UU KUP).
Pengajuan permohonan pengurangan sanksi Administrasi ini dapat dilakukan WP dengan menyampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat WP terdaftar/dikukuhkan/melalui pos/dengan cara lain (e-filling/kurir).
1. Pasal 36 ayat 1 huruf a UU KUP
Permohonan pengurangan sanksi ini lebih populer disebut juga Pasal 36(1) a. Bunyi PMK 8 nya seperti ini, "Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan wajib pajak dapat mengurangkan/menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikarenakan kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya".
Panjang banget ya bunyi PMK nya, intinya adalah WP mengajukan permohonan pengurangan sanksi karena khilaf. Sesuai namanya khilaf, biasanya adalah perbuatan pertama kali, kalau sering kali itu bukan khilaf tapi sengaja, hhe...
Sanksi Administrasi yang dapat dikurangkan adalah sebagai berikut:
- Sanksi Administrasi yang tercantum dalam SKP (Surat Ketetapan Pajak), kecuali SKPKB terkait Pasal 13A UU KUP (sanksi pidana).
- Sanski Administrasi yang tercantum dalam STP (Surat Tagihan Pajak) terkait penerbitan SKP, kecuali sanksi administrasi dalam STP pasal 25 ayat 9 UU KUP (Sanksi Administrasi karena keberatan ditolak/dikabulkan sebagian/ditambah) dan sanksi administrasi dalam STP pasal 27 ayat 5d KUP (Sanksi Administrasi karena banding ditolak/dikabulkan sebagian).
- Sanksi Administrasi yang tercantum dalam STP yang tidak terkait penerbitan SKP.
SKP yang dapat diajukan permohonan pengurangan sanksi pasal 36 ayat 1 a ini adalah SKP yang:
- tidak diajukan keberatan
- diajukan keberatan, tapi sudah dicabut dan DJP sudah setuju atas pencabutannya
- diajukan keberatan, tapi tidak dipertimbangkan (tidak dipertimbangkan ini istilahya adalah ditolak secara formal sejak awal dari DJP, bisa jadi permohonan tidak lengkap dsb.)
- tidak diajukan permohonan Pasal 36 ayat 1 b
- tidak diajukan permohonan Pasal 36 ayat 1 d
STP yang dapat diajukan permohonan pengurangan sanksi pasal 36 ayat 1 a ini adalah STP yang tidak diajukan permohonan Pasal 36 ayat 1 c
Permohonan pengurangan sanksi administrasi Pasal 36 ayat 1 a ini dapat diajukan 2x dengan syarat permohonan sebagai berikut:
- satu permohonan untuk satu SKP/STP, kecuali STP Pasal 19 UU KUP (Sanksi bunga karena terlambat membayar SKP yang jangka waktu pembayarannya paling lambat 1 bulan sejak SKP terbit), sepanjang terkait dengan SKP yang sama maka satu permohonan boleh untuk lebih dari satu STP.
- diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia.
- Mengemukakan jumlah sanksi administrasi menurut WP disertai alasan.
- disampaikan ke KPP terdaftar.
- ditandatangani oleh WP, dalam hal surat permohonan bukan ditandatangani oleh WP maka wajib melampirkan surat kuasa khusus.
- Permohonan kedua dapat diajukan kembali paling lambat 3 bulan sejak SK Dirjen Pajak atas permohonan pengurangan sanksi pertama dikirim.
2. Pasal 36 ayat 1 huruf b UU KUP
Pasal 36 ayat 1b adalah pengurangan atau pembatalan atas SKP yang tidak benar. SKP tidak benar yang dapat dikurangkan adalah SKP yang jumlah pajak terutangnya tidak benar, sementara SKP tidak benar yang dapat dibatalkan adalah SKP yang seharusnya tidak diterbitkan, kecuali SKPKB Pasal 13A UU KUP.
Ketentuan permohonan pengurangan/pembatalan SKP yang tidak benar adalah:
- tidak sedang diajukan keberatan
- diajukan keberatan, tetapi tidak dapat dipertimbangkan
- tidak sedang diajukan permohonan pengurangan sanksi Pasal 36 ayat 1 a
- tidak sedang diajukan permohonan pengurangan sanksi Pasal 36 ayat 1 d
- serta tidak dapat diajukan apabila sebelumnya WP mengajukan keberatan atas SKP tersebut, kemudian diperjalanan WP melakukan pencabutan permohonan keberatan.
3. Pasal 36 ayat 1 huruf c UU KUP
Pasal 36 ayat 1c adalah pengurangan atau pembatalan atas STP yang tidak benar. STP yang dapat dilakukan permohonan pengurangan atau pembatalan adalah STP yang tidak benar terkait dengan SKP maupun STP tidak benar yang terbit tanpa terkait dengan SKP, dapat dikurangkan apabila jumlah sanksi administrasi tidak benar atau dapat dibatalkan apabila STP tersebut seharusnya tidak diterbitkan.
Ketentuan permohonan Pasal 36 ayat 1 c:
STP yang terbit terkait SKP
STP yang terbit terkait SKP dapat diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan STP apabila:
- terhadap STP tersebut tidak diajukan permohonan pasal 36 ayat 1 a
- terhadap SKP yang menyebabkan terbitnya STP tersebut tidak sedang diajukan keberatan maupun permohonan pengurangan sanksi Pasal 36 ayat 1b
STP yang terbit tanpa terkait SKP
STP yang terbit tanpa terkait SKP dapat diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan STP apabila:
- terhadap STP tersebut tidak sedang diajukan permohonan pasal 36 ayat 1 a
Syarat permohonan nya sama seperti permohonan pengurangan sanksi pasal 36 ayat 1 a maupun 1 b hanya saja jika 36 1 a/b satu permohonan satu SKP, maka pada pasal 36 1 c ini satu permohonan satu STP.
Ingat gaes, beda 36 1 b dengan 36 1 c adalah jika 36 1 b adalah pembatalan/pengurangan terhadap SKP, maka 36 1 c adalah pembatalan/pengurangan terhadap STP.
4. Pasal 36 ayat 1 huruf d
Pasal 36 ayat 1 d adalah pembatalan SKP hasil pemeriksaan atau verifikasi. SKP hasil pemeriksaan atau verifikasi dapat dibatalkan apabila SKP diterbitkan tanpa adanya penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan/Verifikasi (SPHP/SPHV) sebelumnya, dan/atau tanpa adanya Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan/Verifikasi (PAHP/PAHV), kecuali SKPKB Pasal 13 A UU KUP, SKPKBT Pasal 15 ayat 3 UU KUP, dan SKPLB Pasal 17 ayat 2 UU KUP.
Ketentuan permohonan pengurangan sanksi administrasi pasal 36 ayat 1 d adalah:
- Dapat diajukan dalam hal SKP tersebut tidak diajukan keberatan, tidak diajukan permohonan pasal 36 ayat 1 a, dan tidak diajukan permohonan pasal 36 ayat 1b.
- Tidak dapat diajukan dalam hal SKP tersebut diajukan keberatan tetapi tidak dapat dipertimbangkan (ditolak formal) maupun diajukan keberatan tetapi diperjalanan dilakukan pencabutan keberatan.
Permohonan pengurangan sanksi Pasal 36 ayat 1 d hanya dapat diajukan 1x dengan syarat:
- 1 permohonan untuk 1 SKP
- diajukan tertulis dalam bahasa Indonesia
- menguraikan tentang tidak disampaikannya SPHP/V atau tidak dilaksanakannya PHAP/V.
- disampaikan ke KPP terdaftar
- ditandatangani oleh WP, dalam hal ditandatangani oleh selain WP, maka perlu adanya surat kuasa khusus.
Jangka waktu penyelesaian permohonan pengurangan sanksi Administrasi ini (baik 36 ayat 1 huruf a,b,c, maupun d) adalah 6 bulan sejak tanggal surat permohonan diterima. Apabila jangka waktu 6 bulan tersebut terlampaui, maka permohonan pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.
4. Pengurangan, penghapusan, atau pembatalan secara jabatan.
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan dapat:
- mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan dalam hal ini merupakan kekhilafan seseorang
- mengurangkan/menghapuskan SKP yang tidak benar.
- mengurangkan/menghapuskan STP yang tidak benar.
- membatalkan SKP yang terbit tanpa pambahasan akhir pemeriksaan pajak (PAHP) maupun tanpa Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.(SPHP)
Saya rasa itu dulu tulisan kali ini terkait membahas keberatan dan non keberatan pajak, semoga bermanfaat.
Posting Komentar untuk "Membahas keberatan dan non keberatan pajak"