Siapa yang tidak tahu dengan Undang-Undang (UU) nomor 11 tahun 2020 yang diundangkan tanggal 02 November 2020? Ya, benar. UU tentang Cipta kerja atau yang akrab dikenal dengan UU Omnibus Law ini sudah mulai berlaku sejak tanggal diundangkan dan peraturan pelaksanaan nya wajib ditetapkan paling lambat 3 bulan sejak tanggal UU ditetapkan.
Mungkin ada yang bertanya, Lah kan UU Cipta kerja, terus Apa hubungan nya dengan pajak? Sesuai namanya omnibus law yaitu menggabungkan beberapa peraturan yang berbeda menjadi satu payung hukum atau satu aturan yang sama, dimana jika didalam pengaturannya terdapat hal-hal yang saling berhubungan maka harus saling disamakan dalam omnibus law itu sendiri.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta kerja sendiri sebenarnya memuat tiga hal yang disatukan dalam omnibus law cipta kerja ini, yaitu RUU cipta kerja itu sendiri, RUU tentang ketentuan dan fasilitas perpajakan untuk penguatan perekonomian, dan RUU tentang pengembangan dan penguatan sektor keuangan. Jadi di Omnibus law cipta kerja tersebut, tiga aturan itulah yang dijadikan satu.
Lalu Bagaimana dengan UU aslinya sendiri, seperti UU 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat UU 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan? Apakah menjadi tidak berlaku lagi setelah terbit UU Cipta Kerja ini? Jawabannya tidak.
Berdasarkan Bab XV Ketentuan Penutup pasal 185 UU No. 11 tahun 2020, pada huruf b disebutkan bahwa "Semua Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah diubah oleh Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan wajib disesuaikan paling lama 3 (tiga) bulan.
Jadi salah kaprah jika ada orang yang mengatakan bahwa Undang-Undang pajak telah diubah dengan UU omnibus law sehingga Undang-Undang pajak yang ada sudah tidak berlaku lagi.
Setelah pemahaman Anda benar mengenai klaster perpajakan yang ada di Pasal 111 (Pajak Penghasilan), Pasal 112 (Pajak Pertambahan Nilai), dan Pasal 113 (Ketentuan Umum Perpajakan) Undang-Undang Cipta kerja, barulah kita membahas perubahan/penambahan apa saja yang terjadi.
Adapun perubahan/penambahan yang terjadi terkait pajak penghasilan adalah:
1.
Pasal
2 ayat 3 huruf a
sebelumnya:
Subjek pajak dalam negeri adalah: orang
pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
sesudah:
Subjek pajak dalam negeri adalah: orang
pribadi, baik yang merupakan Warga Negara Indonesia maupun warga negara asing,
yang:
1. bertempat tinggal di Indonesia;
2. berada di Indonesia lebih
dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau
3. dalam suatu tahun pajak
berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia;
2.
Pasal
2 ayat 4
sebelumnya:
Subjek pajak luar negeri adalah:
a. orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
b. orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
sesudah:
Subjek pajak luar negeri adalah:
a. orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia;
b. warga negara asing yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
c. Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan serta memenuhi persyaratan:
1. tempat tinggal;
2. pusat kegiatan
utama;
3. tempat
menjalankan kebiasaan;
4. status subjek pajak; dan/atau
5. persyaratan tertentu lainnya yang ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan; dan
d. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia atau yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
3.
Pasal
2 ayat 5
sebelumnya:
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha
yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa...
sesudah:
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha
yang dipergunakan oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf
a, huruf b, dan huruf c, dan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat
berupa...
4.
Pasal
4 ayat 1 huruf g
sebelumnya:
dividen, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
sesudah:
dividen, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis;
5.
Penambahan
pada pasal 4 ayat 1a-d
sebelumnya:
-
sesudah:
(1a) Dikecualikan dari
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), warga negara asing yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri
dikenai Pajak Penghasilan hanya atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia,
dengan ketentuan: a. memiliki keahlian tertentu; dan b. berlaku selama 4 (empat) tahun pajak yang
dihitung sejak menjadi subjek pajak dalam negeri.
(1b) Termasuk dalam pengertian
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) berupa penghasilan yang diterima atau diperoleh warga negara asing
sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
atau kegiatan di Indonesia dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan di luar Indonesia.
(1c) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) tidak berlaku
terhadap warga negara asing yang
memanfaatkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
antara pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda tempat warga negara asing
memperoleh penghasilan dari luar Indonesia.
(1d) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kriteria keahlian tertentu serta tata cara pengenaan Pajak Penghasilan bagi warga negara asing
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1a) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
6.
Pasal
4 ayat 3 huruf e
sebelumnya:
pembayaran dari perusahaan asuransi
kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
sesudah:
pembayaran dari perusahaan asuransi
karena kecelakaan, sakit atau karena meninggalnya orang yang tertanggung, dan
pembayaran asuransi beasiswa;
7.
Pasal
4 ayat 3 huruf f
sebelumnya:
dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi
perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang
menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
sesudah:
f. dividen atau penghasilan lain
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib pajak:
a) orang pribadi dalam negeri sepanjang dividen tersebut diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu; dan/atau
b) badan dalam negeri;
2. dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah
pajak dari suatu bentuk
usaha tetap di luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, sepanjang diinvestasikan atau digunakan
untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu, dan memenuhi persyaratan berikut:
a) dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan
tersebut paling sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen)
dari laba setelah pajak; atau
b) dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek
diinvestasikan di Indonesia sebelum Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen tersebut sehubungan dengan
penerapan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang ini;
3. dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud
pada angka 2 merupakan:
a) dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek; atau
b) dividen yang dibagikan berasal
dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan
di bursa efek sesuai dengan proporsi kepemilikan saham;
4. dalam hal dividen
sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b dan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk
usaha tetap di luar negeri sebagaimana
dimaksud pada angka 2 diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari
30% (tiga puluh persen) dari jumlah
laba setelah pajak sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a) berlaku
ketentuan:
a) atas dividen dan penghasilan setelah pajak yang
diinvestasikan tersebut, dikecualikan dari pengenaan Pajak
Penghasilan;
b) atas selisih dari 30% (tiga puluh persen) laba setelah
pajak dikurangi dengan dividen dan/atau penghasilan setelah
pajak yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dikenai Pajak Penghasilan; dan
c) atas sisa laba setelah pajak dikurangi dengan dividen
dan/atau penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan
sebagaimana dimaksud pada huruf a) serta atas selisih sebagaimana dimaksud pada huruf b), tidak dikenai Pajak Penghasilan;
5. dalam hal dividen sebagaimana
dimaksud pada angka 3 huruf b) dan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk
usaha tetap di luar negeri sebagaimana
dimaksud dalam angka 2, diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebesar lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah laba setelah pajak
sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a), berlaku
ketentuan:
a) atas dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan tersebut, dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan; dan
b) atas sisa laba setelah pajak dikurangi dengan dividen
dan/atau penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud
pada huruf a), tidak dikenai pajak Penghasilan;
6. dalam hal dividen yang
berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan
di Indonesia setelah Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen tersebut sehubungan dengan penerapan
pasal 18 ayat (2) Undang-Undang ini, dividen dimaksud
tidak dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 2;
7. pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari luar negeri
tidak melalui bentuk
usaha tetap yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikecualikan dari pengenaan Pajak
Penghasilan dalam hal penghasilan tersebut diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu dan
memenuhi persyaratan berikut:
a) penghasilan berasal dari usaha aktif di luar negeri; dan
b) bukan penghasilan dari perusahaan yang dimiliki di luar
negeri;
8. pajak atas penghasilan
yang telah dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan
sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 7 berlaku ketentuan:
a) tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang;
b) tidak dapat dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan; dan/atau
c) tidak dapat dimintakan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak;
9. dalam hal Wajib Pajak tidak menginvestasikan penghasilan
dalam jangka waktu tertentu
sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 7, berlaku ketentuan:
a) penghasilan dari luar negeri tersebut merupakan
penghasilan pada tahun pajak diperoleh; dan
b) Pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut merupakan kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang ini;
10. ketentuan lebih lanjut mengenai:
a) kriteria, tata cara dan jangka waktu tertentu untuk
investasi sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, dan angka
7;
b) tata cara
pengecualian pengenaan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, dan
angka 7; dan
c) perubahan batasan
dividen yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan angka 5, diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan;
8.
Pasal
4 ayat 3 huruf i
sebelumnya:
bagian
laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif
sesudah:
bagian
laba atau sisa hasil usaha yang diterima atau diperoleh anggota dari koperasi, perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
9.
Penambahan
pada pasal 4 ayat 3 huruf o dan p
sebelumnya:
-
sesudah:
o. dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH)
dan/atau BPIH khusus, dan
penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrumen keuangan tertentu,
diterima Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
p. sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau lembaga
sosial dan keagamaan yang
terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk
sarana dan prasarana sosial dan keagamaan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, atau ditempatkan
sebagai dana abadi yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
10. Penambahan pada pasal 26 ayat
1b
sebelumnya:
-
sesudah:
Tarif sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto
oleh pihak yang wajib membayarkan
bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diturunkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Banyak juga ya perubahan/penambahannya, sebenarnya tidak juga. Terkait Pajak Penghasilan, hanya ada 3 (tiga) pasal dalam UU PPh yang terkena dampak UU Cipta Kerja ini, yaitu Pasal 2, 4, dan 26 UU PPh saja. Untuk ringkasan singkatnya bisa dilihat di gambar berikut:
Posting Komentar untuk "Perubahan/penambahan di UU Cipta kerja terkait Pajak Penghasilan"