A. Sejarah
Keputusan Bupati Bangka Barat nomor 188.45/587/2.16.1.1/2018 tentang Penetapan Bangunan Pesanggrahan Menumbing sebagai Bangunan Cagar Budaya.
Pesanggrahan menumbing merupakan rumah peristirahatan atau penginapan milik perusahaan timah belanda Banka Tin Winning (BTW). Pada tahun 1927, J.G. Bijdendijk, Kepala BTW menyetujui pembangunan hotel ini dengan fasilitas modern yang mewah.
Berghotel (bukit peristirahatan) menumbing secara resmi dibuka pada tanggal 28 Agustus 1928 dengan fasilitas-fasilitas seperti listrik, air mengalir, telepon, serta lapangan tenis, jalan masuk komplek ini melewati jalan aspal berliku yang cukup hanya untuk satu mobil.
Jalan ini dibangun oleh pribumi dan para pekerja dari cina yang dibayar oleh BTW. Secara umum berghotel terdiri dari tiga buah bangunan yang bergaya arsitektur Nieuwe Zakelijkheid, antara lain bangunan utama, paviliun I, dan paviliun II. Bagian atap ketiganya dibuat datar yang berfungsi sebagai menara pandang.
Melalui Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. PM.13/PW007/MKP/2010 telah menetapkan Pesanggrahan Menumbing sebagai salah satu cagar budaya di Kepulauan Bangka Belitung.
Dalam keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 210/M/2015, Pesanggrahan Menumbing ditetapkan sebagai Cagar Budaya Peringkat Nasional. Pada tahun 2018 Pemerintah Kabupaten Bangka Barat menetapkan kembali Pesanggrahan Menumbing sebagai bangunan cagar budaya menyesuaikan Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Militer belanda berhasil menduduki Ibukota Republik Indonesia, Yogyakarta, dan menawan para pemimpin RI dalam agresi militer II belanda pada Desember 1948. Pada tanggal 22 Desember 1948, Perdana Menteri Moh. Hatta, Sekretaris Negara A.G. Pringgodigdo, Ketua KNIP Asa'at, dan KSAU Soerjadi Soerjadarma diasingkan ke pesanggrahan menumbing, pulau bangka.
Kemudian pada tanggal 31 Desember 1948, Menteri Pengajaran Ali Sostroamidjoyo dan juri runding Moh. Roem menyusul diasingkan ke pulau bangka. Mereka bergabung dengan rombongan Moh. Hatta di Pesanggrahan Menumbing.
Belanda menawan para pemimpin RI didalam kerangkeng berukuran 4x6 m untuk membatasi gerak para tawanan. Kerangkeng dibongkar pada 12 Januari 1949 setelah ada protes dari Komisi Tiga Negara (KTN) di sidang PBB yang datang saat mengunjungi Moh. Hatta di Menumbing.
Pada 6 Februari 1949, Presiden Soekarno dan Haji Agus Salim menyusul diasingkan ke Bangka, yang sebelumnya diasingkan ke Parapat Sumatera Utara. Pada mulanya penempatan semua pemimpin RI itu di Pesanggrahan Menumbing. Namun, Presiden Soekarno tidak nyaman dengan udara dingin, maka ditempatkanlah Soekarno di Pesanggrahan Muntok ditemani oleh Agus Salim.
Mohammad Roem dan Ali Sostroamidjojo juga ikut menyertai yang sebelumnya mereka ditempatkan di Pesanggrahan Menumbing bersama Mohammad Hatta. Dengan demikian para pemimpin RI yang ditempatkan di pesanggrahan menumbing ialah Moh. Hatta, A.G. Pringgodigdo, Asa'at dan Suryadarma.
Di tempat ini juga para pemimpin RI menerima kunjungan utusan Komisi Tiga Negara (KTN) dan para jurnalis internasional yang mewartakan kondisi dan situasi Indonesia ke luar negeri serta ide pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia juga dipercikkan di tempat ini saat pertemuan Bung Hatta dengan utusan Bijeenkomst Voor Federal Overleg (BFO), antara lain dengan Anak Agung Gde Agung dan Sultan Hamid II.
Posting Komentar untuk "pesanggrahan menumbing bangka barat"